Malam 1 Suro: Antara Sejarah, Spiritualitas, dan Tradisi Masyarakat Jawa
- account_circle Novrizal
- calendar_month Kam, 19 Jun 2025
- visibility 10
- comment 0 komentar

NUANSAMEDIA.COM, Jakarta – Malam 1 Suro selalu menjadi momen yang sarat makna bagi masyarakat Jawa. Bukan sekadar pergantian tahun dalam penanggalan Jawa, malam ini menyimpan jejak sejarah, nuansa mistis, hingga ritual-ritual yang masih dilestarikan hingga kini.
Apa Itu 1 Suro?
Dilansir dari berbagai sumber, 1 Suro adalah hari pertama dalam bulan Sura (Suro), bulan pertama dalam kalender Jawa. Sistem kalender ini sendiri merupakan perpaduan antara kalender Hijriah dan kalender Saka Hindu, yang diresmikan pada masa Sultan Agung dari Mataram pada abad ke-17.
Tahun baru Jawa ditetapkan mengikuti siklus kalender Hijriah, sehingga tanggal 1 Suro selalu berpindah-pindah dalam kalender Masehi. Untuk tahun 2025 ini, berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama RI, malam 1 Suro jatuh pada tanggal 26 Juni 2025 malam, bertepatan dengan 1 Muharram 1447 H.
Sejarah dan Makna Filosofis
Sultan Agung menciptakan kalender Jawa dengan tujuan menyatukan elemen Islam dan budaya lokal. Bulan Suro dianggap sakral karena diyakini sebagai waktu yang tepat untuk introspeksi diri, menenangkan jiwa, dan mendekatkan diri pada Tuhan. Bukan pesta, melainkan hening.
Dalam falsafah Jawa, malam 1 Suro dianggap waktu ketika alam semesta memancarkan energi spiritual tinggi. Maka, banyak masyarakat yang memilih bersemedi, berdoa, atau melakukan tirakat (puasa, begadang, dan tidak tidur semalam suntuk).
Tradisi Unik Menyambut 1 Suro
- Tapa Bisu Keraton Yogyakarta
Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah Tapa Bisu Mubeng Beteng, yaitu ritual mengelilingi benteng keraton tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Para peserta berjalan kaki mengelilingi benteng sejauh 5 km sambil menunduk, sebagai bentuk penyucian batin. - Ruwatan dan Pembersihan Pusaka
Banyak keluarga Jawa melakukan ruwatan atau ritual pembersihan diri dari energi negatif. Pusaka-pusaka keluarga seperti keris atau tombak juga dimandikan dengan air bunga. - Larangan Keramaian
Malam 1 Suro bukan waktu untuk berpesta. Justru sebagian masyarakat meyakini malam ini memiliki aura mistis, sehingga mereka memilih tidak keluar rumah, menyalakan penerangan seadanya, dan lebih banyak berdiam diri. - Ziarah ke Makam Leluhur
Banyak juga yang melakukan nyekar atau ziarah ke makam leluhur untuk mendoakan dan mengenang jasa-jasa mereka.
Refleksi Diri dan Spiritualitas
Lebih dari sekadar tradisi, 1 Suro adalah ajakan untuk kembali ke dalam diri. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, tradisi ini menjadi pengingat bahwa kita butuh waktu untuk hening, untuk meresapi hidup, dan memperbaiki niat di tahun yang baru.
Catatan Redaksi
Bagi generasi muda, momen 1 Suro bisa dijadikan waktu refleksi. Mungkin tak perlu dalam bentuk ritual besar, tapi cukup dengan merenung, bersyukur, dan menyusun rencana kebaikan untuk waktu ke depan.
- Penulis: Novrizal
- Editor: Redaksi