Breaking News
light_mode
Beranda » Opini » Jagung Dipaksakan, Sawit Diharamkan, Logika Ekonomi yang Menyesatkan?

Jagung Dipaksakan, Sawit Diharamkan, Logika Ekonomi yang Menyesatkan?

  • account_circle Novrizal R Topa
  • calendar_month Jum, 20 Jun 2025
  • visibility 37
  • comment 0 komentar

 

Oleh: Novrizal R Topa
(Eks Karyawan Pt Hindoli a Cargill Company/PMA Kelapa Sawit di Sumatera Selatan).

 

NUANSAMEDIA.COM – Di sebuah sudut negeri yang katanya kaya sumber daya alam, rakyat mulai bertanya-tanya: kenapa kita harus terus-menerus menanam jagung, sementara yang menanam tidak menjadi kaya, dan yang membeli jagung pun tidak selalu ada? Lebih ironis lagi, ketika ada investor yang ingin membuka kebun sawit, dimana yang secara nasional terbukti mendatangkan devisa dan lapangan kerja, justru ditolak mentah-mentah. Penolakan itu bahkan dibumbui dengan sumpah adat dan stigma, seolah sawit adalah malapetaka yang hendak mengutuk tanah ini.

Jagung yang Tak Semanis Rasanya

Jagung, dari sisi agronomis, memang relatif mudah ditanam. Namun mari kita jujur: harga jagung di tingkat petani saat panen raya anjlok. Di banyak daerah, petani hanya bisa menjual jagung pipilan kering seharga Rp3.000–Rp4.000 per kilogram, padahal biaya produksi per hektare bisa mencapai Rp10–12 juta. Harga pupuk yang tinggi, akses pasar yang minim, dan fluktuasi harga yang tidak bisa dikendalikan membuat jagung menjadi pilihan yang tidak lagi menguntungkan dalam jangka panjang.

Namun entah kenapa, program “gerakan tanam jagung” tetap didorong dan dipaksakan. Tanpa kajian pasar yang matang, pemerintah daerah bahkan sering mewajibkan kelompok tani atau ASN untuk ikut serta. Slogan-slogan kemandirian pangan menggema, tapi yang terasa oleh petani justru keterpaksaan, bukan keberdayaan.

Sawit yang Diharamkan: Ketakutan atau Ketidaktahuan?

Berbanding terbalik dengan itu, kelapa sawit justru dianggap sebagai ancaman. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, ekspor minyak kelapa sawit (CPO) menyumbang lebih dari USD 23 miliar terhadap devisa negara. Industri ini menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung dan tidak langsung di Indonesia.

Lalu mengapa di tingkat daerah investor sawit justru ditolak? Beberapa pihak berdalih bahwa sawit merusak lingkungan, membawa konflik sosial, dan mengancam kearifan lokal. Ya, semua kekhawatiran itu valid, jika tidak dikelola dengan baik. Tapi bukankah itu tugas kita bersama? Membangun sistem pengawasan, mendorong kemitraan petani-plasma, memastikan investor taat hukum, dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai bagian dari rantai pasok.

Perekonomian Daerah yang Goyah

Saat ini, banyak pemerintah daerah dihadapkan pada kondisi fiskal yang memprihatinkan. Transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat dipangkas, dan kebijakan efisiensi anggaran menjadi keniscayaan. APBD tidak lagi mampu menopang semua beban pembangunan. Bahkan program infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi rakyat mulai dikurangi atau dihentikan.

Dalam kondisi ini, menolak investor masuk sama saja dengan menolak bantuan oksigen di tengah sesak napas. Bukankah investasi swasta, termasuk sawit, bisa menjadi pengungkit ekonomi baru? Memberi pekerjaan bagi ribuan orang, menumbuhkan ekonomi sirkular, dan bahkan bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD)?

Rakyat Menjerit, Pemerintah Sibuk Membungkus Gagasan Lama

Sementara itu, suara rakyat makin lirih. Harga kebutuhan pokok naik, biaya pendidikan dan kesehatan tak kunjung ringan, dan lapangan pekerjaan semakin sempit. Banyak anak muda berbondong-bondong ke kota atau ke luar daerah karena tak melihat masa depan di kampung sendiri. Tapi yang mereka tinggalkan justru sumber daya yang belum dikelola secara optimal.

Jika jagung menjadi komoditas wajib tapi tidak memberikan nilai tambah yang signifikan, dan sawit yang potensial membawa perputaran ekonomi jangka panjang dilarang masuk, lantas ke mana arah pembangunan ini?

Saatnya Berpikir Rasional, Bukan Emosional

Menolak sawit hanya karena “leluhur kita tidak menanam sawit” bukanlah alasan rasional dalam merancang masa depan. Leluhur kita juga tidak menulis di media sosial, tidak menggunakan listrik, tidak naik motor. Tapi kita tak bisa menolak perubahan zaman.

Yang harus dilakukan bukan menolak atau menerima mentah-mentah, melainkan mengelola dengan cerdas. Pemerintah daerah seharusnya menyusun regulasi tegas, mendampingi masyarakat, dan membuka ruang dialog agar potensi investasi termasuk sawit, bisa dinikmati bersama.

Kita tidak butuh slogan baru, kita butuh keberanian untuk menata masa depan dengan pilihan yang logis. Sebab rakyat butuh makan, bukan mimpi. Butuh pekerjaan, bukan retorika.

 

  • Penulis: Novrizal R Topa

Rekomendasi Untuk Anda

  • Sejarah Teh Celup: Inovasi Minuman Dunia yang Tercipta Secara Tak Sengaja

    Sejarah Teh Celup: Inovasi Minuman Dunia yang Tercipta Secara Tak Sengaja

    • calendar_month Sel, 8 Jul 2025
    • account_circle Novrizal R Topa
    • visibility 26
    • 0Komentar

    Hari ini, saat kita mencelupkan kantong teh ke dalam secangkir air panas, kita sebenarnya sedang menyeduh sejarah panjang dan inovasi cerdas yang telah bertahan lebih dari satu abad.   NUANSAMEDIA.COM – Teh celup telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Praktis, higienis, dan mudah disajikan, teh celup kini tersedia dalam berbagai varian dan […]

  • Kemendikdasmen Perkuat Ekosistem Pendidikan Unggul di IKN Melalui Gelar Karya Inovatif Guru PAUD dan SD

    Kemendikdasmen Perkuat Ekosistem Pendidikan Unggul di IKN Melalui Gelar Karya Inovatif Guru PAUD dan SD

    • calendar_month Sel, 17 Jun 2025
    • account_circle Bardal
    • visibility 40
    • 0Komentar

      NUANSAMEDIA.COM, NUSANTARA – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Direktorat Guru PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG) menyelenggarakan Gelar Karya Peningkatan Mutu Pembelajaran PAUD dan SD di Ibu Kota Nusantara (IKN), Selasa (17/6/2025). Melansir laman resmi Kemendikdasmen, kegiatan ini menjadi puncak dari rangkaian program peningkatan kompetensi […]

  • 20 Tokoh Penggerak Desa Wisata Sultra Terima Penghargaan

    20 Tokoh Penggerak Desa Wisata Sultra Terima Penghargaan

    • calendar_month Kam, 12 Jun 2025
    • account_circle Bardal
    • visibility 108
    • 0Komentar

      Farlin, Kepala Desa yang Menanam Harapan di Liangkobori   NUANSAMEDIA.COM, Kendari – Di tengah gemerlap lampu panggung dan gemuruh tepuk tangan, satu nama dari desa di Kabupaten Muna menggema lebih dalam dari sekadar seremoni penghargaan. Farlin, Kepala Desa Liangkobori, naik ke podium dengan tenang, mengenakan busana adat yang bukan hanya simbol kebanggaan budaya, tetapi […]

  • KM Nur Rizki Alami Mati Mesin di Laut Wakatobi, 16 Penumpang Selamat Dievakuasi Tim SAR

    KM Nur Rizki Alami Mati Mesin di Laut Wakatobi, 16 Penumpang Selamat Dievakuasi Tim SAR

    • calendar_month Kam, 19 Jun 2025
    • account_circle Tim Redaksi
    • visibility 31
    • 0Komentar

      NUANSAMEDIA.COM, WAKATOBI – Sebuah insiden laut nyaris berujung petaka terjadi di perairan antara Komponaone dan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kapal Motor (KM) Nur Rizki yang tengah mengangkut 16 orang mengalami mati mesin dan terombang-ambing di tengah laut, Kamis siang (19/6/2025). Kepala KPP Kendari. Amiruddin A.S., menyampaikan, informasi pertama diterima oleh Comm Centre Kantor […]

  • Pembagian Perdana Makan Bergizi Gratis SPPG Napabalano Berjalan Lancar

    Pembagian Perdana Makan Bergizi Gratis SPPG Napabalano Berjalan Lancar

    • calendar_month Sen, 25 Agu 2025
    • account_circle RIDAKA
    • visibility 2
    • 0Komentar

    NUANSAMEDIA.COM, NAPABALANO – Program Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kecamatan Napabalano resmi melaksanakan pembagian perdana Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah sekolah, Distribusi serentak dilakukan mulai dari jenjang PAUD/TK hingga SMA, dengan antusiasme tinggi dari para siswa. Senin (25/8/2025). Salah satu sekolah penerima terbanyak adalah SMA Negeri 1 Napabalano dengan total 664 siswa. Suasana riang […]

  • Minta Rp6 Triliun untuk Serap Jagung Petani, Zulhas: Tunggu Tanda Tangan Kemenkeu

    Minta Rp6 Triliun untuk Serap Jagung Petani, Zulhas: Tunggu Tanda Tangan Kemenkeu

    • calendar_month Jum, 13 Jun 2025
    • account_circle Bardal
    • visibility 48
    • 0Komentar

    Kini, harapan petani berada di tangan Kemenkeu. Jika anggaran segera cair, Bulog bisa langsung bergerak. Jika tidak, petani terancam menanggung beban dari melimpahnya produksi yang tak terserap pasar. NUANSAMEDIA.COM, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), mengusulkan anggaran jumbo sebesar Rp6 triliun ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyerap satu juta ton jagung hasil […]

expand_less