Ketua PP Muhammadiyah di Milad Unismuh ke-62: Kampus Harus Jadi Penjaga Nurani Bangsa
- account_circle Tim Redaksi
- calendar_month Jum, 20 Jun 2025
- visibility 12
- comment 0 komentar

NUANSAMEDIA.COM, MAKASSAR – Suasana penuh semangat dan haru menyelimuti Balai Sidang Muktamar Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, saat peringatan Milad ke-62 Unismuh. Hadir secara khusus, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Irwan Akib, yang turut menyampaikan pesan mendalam untuk seluruh civitas akademika, Kamis (19/6/2025).
Milad ke-62 Unismuh Makassar ini tak hanya menjadi momentum refleksi sejarah, tetapi juga peneguhan kembali peran kampus sebagai pelita peradaban dan pengawal masa depan bangsa.
Dalam amanahnya, Irwan menyebut bahwa Unismuh Makassar adalah salah satu tonggak penting dari 163 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) yang tersebar di Indonesia dan satu di Malaysia. Ia menegaskan bahwa sejak awal berdirinya pada 1911, sekolah-sekolah Muhammadiyah memang dilahirkan untuk berkontribusi nyata kepada masyarakat.
“Kontribusi Muhammadiyah ke masyarakat harus terus menjadi prioritas utama. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, kita sudah mengusung semangat kampus berdampak yang kini sedang digalakkan oleh Kemendikti Saintek,” ujarnya.
Lebih jauh, Irwan menekankan bahwa kehadiran institusi pendidikan Muhammadiyah bukan semata untuk transfer ilmu, melainkan sebagai bentuk pengabdian dan amanah sebagai hamba serta khalifah Allah di muka bumi.
Namun, tak hanya soal kontribusi sosial, Irwan juga menyoroti tantangan zaman yang kini mulai menyusupi dunia kampus, yakni politik praktis. Ia menyesalkan, banyak akademisi yang idealismenya justru melemah saat terjun ke dalam kekuasaan.
“Kampus harus tetap menjadi penjaga nurani bangsa. Jangan sampai idealisme akademik luluh hanya karena godaan jabatan dan kekuasaan,” tegasnya.
Irwan pun mengingatkan bahwa kampus Muhammadiyah, termasuk Unismuh Makassar, harus berdiri teguh menjaga integritasnya. Ia khawatir jika ruang akademik ikut terseret arus politik praktis, maka mimpi besar Indonesia Emas 2045 bisa sirna.
“Kalau kampus sudah ikut terseret kepentingan politik, siapa lagi yang bisa kita harapkan? Jangan sampai masa depan bangsa tergadai untuk kepentingan sesaat yang hanya dinikmati segelintir orang,” tuturnya menutup.
- Penulis: Tim Redaksi
- Editor: Novrizal